Membedah Fenomena Hoaks dan Konten Negatif: Tantangan bagi Jurnalisme dan Media Sosial
Membedah fenomena hoaks dan konten negatif memang menjadi tantangan besar bagi dunia jurnalisme dan media sosial. Hoaks atau berita palsu seringkali menyebar dengan cepat di era digital ini, dan menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan informasi yang benar dan akurat.
Menurut Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi, hoaks dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap informasi yang disajikan oleh media. “Hoaks bisa memicu konflik, merusak citra seseorang atau lembaga, bahkan bisa mengancam keamanan nasional,” ujarnya.
Konten negatif juga turut meramaikan media sosial, dengan banyaknya informasi yang bersifat provokatif, menyesatkan, dan tidak berdasar. Hal ini semakin membingungkan masyarakat dalam memilah informasi yang benar dan tidak.
Menurut peneliti media sosial, Ismail Fahmi, konten negatif di media sosial seringkali menjadi viral karena sensasional dan mengundang perhatian. “Masyarakat harus bijak dalam menyikapi konten-konten negatif ini, jangan langsung percaya tanpa melakukan verifikasi lebih lanjut,” ujarnya.
Dalam menghadapi tantangan ini, dunia jurnalisme dan media sosial perlu bekerja sama untuk memerangi hoaks dan konten negatif. Jurnalis harus lebih teliti dalam melakukan verifikasi informasi sebelum dipublikasikan, sedangkan platform media sosial perlu meningkatkan pengawasan terhadap konten yang bersifat merugikan.
Menurut pakar jurnalisme, Wijayanto, pendekatan kolaboratif antara jurnalis dan media sosial dapat menjadi solusi dalam menangani masalah hoaks dan konten negatif. “Kita harus saling mendukung dan bekerja sama dalam menyediakan informasi yang benar dan berkualitas bagi masyarakat,” ujarnya.
Dengan kesadaran dan kerjasama yang baik, diharapkan fenomena hoaks dan konten negatif dapat diminimalisir, sehingga masyarakat dapat mendapatkan informasi yang benar dan akurat dari jurnalisme dan media sosial.